Sunday 26 December 2010

Ilmu Kesehatan Anak - TBC

REFERAT
TBC PADA ANAK

PEMBIMBING:
DR. HOT S. HUTAGALUNG, SPA

DISUSUN OLEH:
NUR RASHIDAH BT MOHD RASHID
030.04.269

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 8 JUNI 2009 – 15 AGUSTUS 2009
RSUD BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JUNI 2009

PENDAHULUAN

 Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak di seluruh dunia. Walaupun jumlah pastinya tidak diketahui, namun menurut WHO ditemukan sekitar 1 juta kasus baru dan 400.000 kematian per tahun yang disebabkan oleh penyakit ini.

Pada anak, terutama bayi sulit ditentukan apakah anak terkena TBC. Gejala yang sering timbul antara lain demam yang biasanya terlalu tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu lama. Sedangkan, tanda-tanda yang tidak terlalu spesifik antara lain berat badan turun tanpa sebab jelas, nafsu makan tidak ada, gagal tumbuh, pembesaran kelenjar limfa yang tidak sakit, batuk lama lebih dari tiga minggu, serta diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Kerap kali anak terlambat ditangani. Jika terdapat gejala tersebut, sebaiknya anak sedini mungkin dibawa ke puskesmas atau rumah sakit untuk dites mountex dan kemudian dievaluasi lebih lanjut. Tak kalah penting ialah informasi lengkap dari orangtua selengkapnya tentang kondisi kehidupan anak. 



Bagi anak yang telah terkena TBC, pengobatan yang dijalani sama saja dengan orang dewasa yakni menjalani pengobatan paket selama enam bulan. Namun, tuberkulosis pada anak tidak cukup semata ditangani dengan pengobatan, tetapi perbaikan lingkungan serta peningkatan gizi sangat penting untuk memperkuat daya tahan tubuh anak. 



Imunisasi BCG (antituberkulosis) tidak menjamin anak bebas dari penyakit tersebut. Kuman penyebab TBC yakni Mycobacterium tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak. Jika terkena kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di dekatnya, terutama orangtua, maka anak tetap terkena. Di antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil kemungkinan menularkan. Oleh karena itu, angka anak penderita TBC sangat terpengaruh jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TBC.


ETIOLOGI (1)

Agen tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Ada juga yang dikenal sebagai tipe-tipe Mycobacterium Atipik yaitu:
 ( Unclassified, anonymous,nontuberculous)

Pembagian Runyon (1974)
I. Photochromogen : M kansasi, M. marinum. M  siniae
II. Scotochromogen : M scrofulaceum,  M szulgai, M xenopi
III. Nonphotocromogen : M avium,  M intracelulare.
IV. Rapid growers : M fortuitum, M chelonei


Bakteria ini merupakan ordo actinomisetales dan famili mikobakteriaseae.
Mikobakteria ini mempunyai sifat-sifat seperti:
  • Tumbuh lambat
  • Waktu pembentukannya adalah 12-24 jam.
  • Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41 C.
  • Dinding sel yang kaya akan lipid menimbulkan resistensi terrhadap daya baksterisid antibodi dan komplemen.
  • Tahan lama dalam keadaan kering berminggu-minggu.
  • Tidak tahan sinar matahari,sinar ultraviolet, suhu 60 C atau lebih


EPIDEMIOLOGI

WHO memperkirakan sekitar sepertiga populasi dunia (sekitar 2 milyar orang), terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India, Afrika dan Amerika Latin. Tuberkulosis terutama menonjol pada populasi yang mengalami nutrisi yang jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang tidak memadai dan perpindahan tempat (1)

 Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. 



Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk. 



Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun. 



Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

FAKTOR RESIKO INFEKSI TB (2)

Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak-anak, antara lain adalah anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif. Bayi dari seorang ibu yang dengan sputum BTA positif memiliki faktor resiko tinggi terinfeksi TB. Faktor resiko lain adalah daerah endemis, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat termasuk sirkulasi udara yang tidak baik. Malnutrisi dan keadaan imunokompromais (seperti infeksi HIV/AIDS, keganasan) juga merupakan faktor resiko terjadinya penyakit TB.

Faktor resiko lainnya adalah faktor usia. Anak dibawah umur 5 tahun mempunyai resiko yang lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit tuberkulosis. Namun resiko penyakit TB ini akan berkurang bertahap dengan seiring pertambahan usia.

CARA PENULARAN

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.



Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.



Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.

PATOGENESIS (1), (2), (4)

 1. Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembabab udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang terjadi.

Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.
Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi :
  • Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
  • Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
  • Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar keusus.
c. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.


2. Tuberkulosis Post Primer
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer). TB post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :

  1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat
  2. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
  3. Sarang dini meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadillah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
DIAGNOSIS (2), (3), (5)
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, uji tuberkulin radiologi dan pemeriksaan laboraturium. Pada kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah karena gejala klinis dan laboraturium tidak khas
  1. Anamesis
-          demam tidak terlalu tinggi (subfebril) berulang atau berlangsung lama (>2 minggu)
-          nafsu makan yang menurun
-          berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan penanganan gizi.
-          sering batuk dan biasanya batuk lama (>3 minggu) disertai pilek
-          diare persisten yang tidak sembuh dengan obat diare
-          keringat malam, malaise
-          kontak dengan penderita TB dewasa
  1. Pemeriksaan fisik
-          Berat badan kurang
-          Limfadenopati supraklavikular, biasanya multipel
-          Dapat dijumpai conjunctivitis phlyctenularis pada mata
-          Pada proses lanjut biasanya ditemui kelainan pada paru (ronkhi)
  1. Pemeriksaan Penunjang:
a.Uji tuberculin (dibaca setelah 48-72 jam, yang dipakai PPD 5 TU):
-     indurasi 10 mm adalah positif pada anak yang belum BCG
-          indurasi 15 mm adalah positif untuk anak yang telah BCG atau BCG 5 tahun
-          indurasi 5 mm adalah negatif
-          5-9 mm adalah ragu-ragu, uji ulang
-          Uji tuberculin positif dijumpai pada 3 keadaan yaitu infeksi TB alamiah (tanpa sakit, infeksi TB dan sakit TB, pasca terapi), imunisasi BCG, infeksi mikobakterium atipik
-          Uji tuberculin negatif dijumpai pada 3 kemungkinan yaitu tidak ada infeksi TB, dalam masa inkubasi infeksi TB, anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi.
b.Laboratorium
-      Pada pemeriksaan darah, biasanya ditemukan kadar LED (Laju Endap darah) meningkat dan biasanya tinggi sekali.
-      Mungkin dapat ditemukan limfositosis, monositosis, lekositosis ringan
c.Serologis (masih jarang dikerjakan karena hasilnya belum memuaskan)
     -      M. Tuberkulosis ELISA
     -      Uji aglutinasi kaolin
     -      Peroxidase anti peroxidase (PAP)
d.Bakteriologis
-       Ada 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan Basil Tahan Asam (BTA) dan pemeriksaan biakan m. Tuberculosis
-       Pemeriksaan diatas tersebut sukar dilakukan pada anak karena biasanya dilakukan dengan cara bilas lambung selama 3 hari berturut-turut.
e. Radiologi
- Foto thorax
- secara umum gambaran radiologi yang mengarah pada TB paru adalah didapati gambaran pembesaran hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat
- gambaran lain yang mungkin ditemukan yaitu efusi pleura, milier, atelektasis, emfisema bolus, kavitas (jarang)

Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)


Klasifikasi 0 : Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak
menderita TBC
Klasifikasi I : Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak
menderita TBC
Klasifikasi II : Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan
bakteriologi negatif).
Klasifikasi III : Sedang menderita TBC
Klasifikasi IV : Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Klasifikasi V : Dicurigai TBC

PENATALAKSAAN
  1. Obat Anti Tuberkulosa (OAT) (1)
    1. Isoniazid (INH)
-          Dosis harian 10-15mg/kgBB/24 jam, dengan dosis max 300mg/hari
-          Dosis 2 kali seminggu 20-30mg/kgBB/dosis, dengan dosis max 900mg
-          Efek samping yang dapat timbul dari pemberian INH adalah neuritis perifer (berupa mati rasa, rasa gatal pada tangan dan kaki) dan dapat dikurangi dengan pemberian B6. Efek samping seperti hepatotoksik, reaksi hipersensitifitas dapat ditemukan namun jarang
-          INH diberikan pada 2 bulan pertama, 3-6 bulan dan 7-9 bulan
    1. Rifampisin
-          Dosis harian 10-20mg/kgBB/24 jam, dengan dosis max 600mg
-          Efek samping yang dapat timbul adalah perubahan warna urin dan air mata menjadi oranye, gangguan saluran cerna dan hepatotoksik
-          Rifampisin diberikan pada 2 bulan pertama dan 3-6 bulan kedua
    1. Pirazinamid
-          Dosis harian 20-40mg/kgBB/24 jam dengan dosis max 2g
-          Efek samping seperti hiperurikemia dan reaksi hipersensitivitas dapat terjadi walaupun jarang.
-          Pirazinamid diberikan pada 2 bulan pertama
    1. Etambutol
-          Dosis harian 15-25mg/kgBB/24 jam dengan dosis max 2,5g
-          Pada dosis 15mg/kgBB/24 jam bersifat bakteriostatik dan tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya resistensiterhadap obat lain
-          Pada dosis 25mg/kgBB/24 jam mempunyai efek beksterisid yang penting untuk pengobatan resisten obat
-          Etambutol kurang mendapat perhatian karena kemungkinan toksisitas pada mata.
    1. Streptomisin
-          Dosis harian 20-40mg/kgBB/24jam dengan dosis max 1g
-          Diberikan secara intramuskuler
-          Biasanya untuk pengobatan atau pencegahan penyakit resisten obat
-          Toksisitas utama adalah pada bagian vestibuler dan auditorius saraf kranial 8. Toksisitas ginjal juga dapat terjadi walaupun jarang.
-          KI pada wanita hamil karena sampai 30% bayinya akan menderita kehilangan pendengaran yang berat.
  1. Perbaikan gizi (3)

PADUAN OBAT TB

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif dan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian paduan obat adalah bertujuan untuk mencegah resistensi obat dan unuk membeunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian jangka panjang juga untuk mengurangi kemungkinan relaps. Pada fase intensif diberikanpaduan rifampisin(R), isoniazid (H) dan pirazinamid (Z) sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.

Pada keadaan berat baik pulmonal atau ekstrapulmonal pada fase intensif diberikan 4 macam obat  HRZ ditambah etambutol (E), atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan HR selama 10 bulan. Pada kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis dengan dosis maksimal 60 mg/hari. Lama pemberian Kortikosteroid adalah 2-4 minggu dalam dosis penuh, dilanjutkan dengan tapering off selama 1-2 minggu.

Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk mengatasi masalah keteraturan pasien dalam meminum obat disediakan obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan yaitu dengan sediaan FDC.

Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan TB adalah:
  1. Menyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
  2. Meningkatkan penerimaan dan keteraturan pasien.
  3. Memungkinkan petugas kesehatan untuk memberikan pengobatan standar denga tepat.
  4. Mempermudah pengelolaan obat
  5. Mengurangi kesalahn pengunaan obat tb sehingga mengurangi resistensi terhadap obat tb.
  6. Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan.
  7. Mempercepat dan mempemudah pengawasan menelan obat sehingga dapat mengurangi beban kerja.
  8. Mempermudah penentuan dosis berdasarkan bb.
DOSIS KOMBINASI PADA TB ANAK

Berat badan (kg)
2 bulan
RHZ (75/50/150 mg)
4 bulan
(RH 75/50 mg)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-14
2 tablet
2 tablet
15-19
3 tablet
3 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet
PENGHENTIAN PENGOBATAN (3)
  1. Pengobatan selesai sesuai rencana
  2. Keadaan umum baik, gizi membaik atau menjadi normal
  3. LED turun atau menjadi normal
  4. Radiologi membaik

TUBERKULOSIS DENGAN KEADAAN KHUSUS.

PULMONAL

TB Milier

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB, dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). Tuberculosis Milier merupakan penyakit limfohematogen sistemik akinat penyebaran kuma M.Tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi dalam waktu 6 bulan pertama, sering dalam 3 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberculosis milier sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia < 2 tahun, kerena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme local pertahanan parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan yang tidak adekuat.

Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua factor, yaitu kumann M. Tuberculosis (jumlah dan virulensi) dan status imunologis pasien (spesifik da non spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan system imun juga dapat memudahkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis,diabetes mellitus, gagal ginjal, keganasan dan penggunaan kortikosteroid jangka lama.

Manifestasi klinis

Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak napas.

Tuberkulosis milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remitten), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Pada lebih kurang 50% pasien, limfadenopati superficial, splenomegali dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus-menerus, tanpa disertai gejala respiratorik atau gejala minimal, dan foto toraks biasanya normal. Beberapa minggu kemudian, hampir di semua organ, terbentuk turbekel difus multiple, terutama di paru, limpa, hati, dan sumsum tulang. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronki atau mengi. Pada kelainan paru yang berlanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala gangguan pernapasan, hipoksia, pneumotoraks dan atau pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan serta syok.
           
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelaian kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid ditemukan pada 13-87% pasien,dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB Milier. Maka, pada TB milier perlu dilakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid.

Meningitis TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada 20-40% pasien yang berat. Sakit kepala kronik berulang biasanya merupakan gejala telah terjadinya meningitis dan merupakan indikasi untuk melakukan punsi lumbal. Peritonitis TB ditandai oleh keluhan nyeri atau pembesaran abdomen.

Lesi milier dapat terlihat pada foto toraks dalam aktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuma secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yan tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrate yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto toraks dapat dilihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.

Diagnosis

Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran klinis, gambaran radiologis yang khas, serta uji tuberculin yang positif. Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang penting pada anak. Uji tuberculin yang negative belum tentu menunjukkan tidak adanya infeksi atau penyakit TB, atau sebaliknya. Uji tuberculin negative terjadi pada lebih dari 40% TB diseminata.

Pemeriksaan sputum atau bilas lambung dan kultur M. Tuberculosis tetap penting dilakukan. Pemeriksaan M.Tuberculosis akan menunjukkan hasil positif pada 30-50% pasien. Akan tetapi untuk diagnosis dini, pemeriksaan sputum atau bilas lambung kurang sensitive dibandingkan dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis dari biopsy hepar atau sumsum tulang.

Tatalaksana

Tatalaksana medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama 6-10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis.

Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan (tappering off) selama 2-6 minggu.

Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam setelah 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan BB. Gambaran milier pada foto toraks biasanya menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang berangsur-angsur menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga beberapa bulan.

PENCEGAHAN (1), (2)
  1. Penemuan anak yang terinfeksi
Prioritas tertinggi setiap program pengendalian tuberkulosis harus berupa penemuan kasus dan pengobatan, yang menganggu penyebaran infeksi antara kontak dekat. Anak yang berkontak dekat dengan orang dewasa yang dicurigai menderita TB harus diuji tuberkulin dan diperiksa sesegera mungkin.
  1. Vaksin BCG
Satu-satunya vaksin terhadap tuberkulosis yang tersedia adalah Bacille Calmette Guerin (BCG). Cara pemberian yang dipilih adalah intrakutan didaerah insersi otot deltoid. Vaksin BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi 0,05ml dan untuk anak 0,10ml.
Bila diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebiaknya dilakukan uji tuberkulin dahulu.
DIAGNOSA BANDING (5)
- Bronkiektasis
- Failure to thrive
- Limfadenopati
- Pneumonia
- Efusi pleura

PROGNOSIS (4)
Dipengaruhi oleh banyak factor seperti umur, lamanya infeksi, gizi dan social ekonomi. Jika penanganan cepat dan tepat, prognosisnya baik.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2: Tuberculosis. 2000
  2. Rahajoe, Nastiti dkk. Pedoman Nasional Tuberculosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDIA, Jakarta 2005
  3. Sudiharto, dr, dkk. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito: Tuberculosis. Medika FK UGM. Yogyakarta 2000
  4. www.medscape.com,  html://tuberculosis in children
  5. www.emedicine.com, html://infectious diseases/pediatric/tuberculosis

No comments:

Post a Comment