Saturday 25 December 2010

THT - OMSK (Otitis media supuratif kronis- case)

PRESENTASI KASUS
Otitis media supuratif kronis a.d
PEMBIMBING:
DR. ANNA M.S , SP. THT

                                                                                               
DISUSUN OLEH:
NUR RASHIDAH BT MOHD RASHID
030.04.269

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
PERIODE 7 DESEMBER 2009 – 9 JANUARI 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

STATUS PASIEN
I.                   IDENTIFIKASI
Nama                     : Tn. A.A
Umur                     : 19 tahun
Tempat/                 : Ciawi / 12 Oktober 1990
tanggal lahir
Jenis kelamin         : Laki-laki
Agama                   : Islam
Suku bangsa          : Sunda
Pekerjaan               : Pelajar
Pendidikan             : SMA
Alamat                   : KP. Pondok Menteng RT/RW 1/3, Ciawi, Bogor
Kasus ke                : 1
Pemeriksa              : Nur Rashidah S.Ked

II.                ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 17 Desember 2009, pukul 10.00 WIB di poli THT RS Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor.
A.    Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kanan sejak 4 bulan yang lalu. 
B.     Keluhan Tambahan
Telinga kanan terasa gatal.
Kurang mendengar pada telinga sebelah kanan.
Pilek sejak 3 hari yang lalu.
C.     Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 4 bulan yang lalu. Pada mulanya telinga kanan pasien kemasukan air lalu pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes telinga. Setelah diteteskan obat, telinga kanannya keluar darah dan cairan mulai keluar sampai sekarang. Sebelumnya pasien tidak pernah demam, batuk pilek ataupun sakit tenggorokan. Menurut pasien, cairan yang keluar dari telinga kanan berwarna putih kental dan semakin lama semakin berbau. Pasien juga merasa telinga kanannya gatal-gatal dan sering dikorek-korek. Pasien sudah berobat ke dokter tetapi keluhan tidak mereda. Pasien diberi obat minum seperti antibiotik Amoksisilin dan lain-lain. Pasien lupa obat yang lain. Pasien ternyata alergi pada amoksisilin dan berhenti meminum obat setelah itu.
Pasien juga mengeluh pendengarannya di sebelah kanan dirasakan menurun sejak beberapa hari yang lalu. Pasien masih bisa mendengar bila berada di tempat ramai. Pasien pilek sejak 3 hari yang lalu. Menurut pasien, dia sering pilek-pilek. Riwayat alergi debu atau makanan disangkal. Keluhan pusing dan telinga berdengung turut disangkal pasien. Telinga kiri tidak ada keluhan
D.  Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat alergi Amoksisilin. Pasien tidak pernah di rawat sebelumnya. 
E.    Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua orang tua pasien mempunyai riwayat darah tinggi.
III.             PEMERIKSAAN FISIK
A.    STATUS GENERALIS
Keadaan umum     : Baik
Kesadaran             : Compos Mentis
Tekanan darah       : 110/80 mmHg
Nadi                      : 96 x/menit
Suhu badan           : 36,5 °C
Pernafasan             : 20 x/menit
Kepala                   : Normocephali
Mata                      : conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
                                Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Leher                     : KGB tidak teraba membesar , Tiroid tidak teraba membesar
Thorax                   : Tidak dilakukan pemeriksaan
      Abdomen              : Tidak dilakukan pemeriksaan
      Ekstremitas           : Tidak dilakukan pemeriksaan

B.     STATUS THT
1.      PEMERIKSAAN TELINGA


KANAN
KIRI
Bentuk telinga luar
Normal
Normal
Daun telinga
Normotia
Normotia
Preaurikuler
NT tragus (-)
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Fistula (-)
NT tragus (-)
Oedem (-)
Hiperemis (-)
Fistula (-)
LIANG TELINGA
KANAN
KIRI
Lapang/ sempit
Sempit
Lapang
Warna epidermis
Tidak hiperemis
Tidak hiperemis
Sekret
(+), mukoid, warna putih, berbau
(-)
Serumen
(-)
(-)
Kelainan lain
(-)
(-)




KANAN
KIRI
Membran Timpani
Perforasi sentral / subtotal
Refleks cahaya (-)
Intak, refleks cahaya terdapat pada arah pukul 7


Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Tes Penala
512 Hz


KANAN
KIRI
Rinne
Negatif
positif
Weber
Lateralisasi
Tidak lateralisasi
Schwabach
Memanjang
Sesuai pemeriksa


2.      PEMERIKSAAN HIDUNG


KANAN
KIRI
Bentuk hidung luar
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Deformitas
(-)
(-)
Nyeri tekan
(-)
(-)
Dahi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Pipi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Krepitasi
(-)
(-)



RINOSKOPI ANTERIOR


KANAN
KIRI
Konka inferior
Eutrofi
Eutrofi
Konka media
Eutrofi
Eutrofi
Konka superior
Eutrofi
Eutrofi
Mukosa
Tenang
Tenang
Sekret
(-)
(-)
Septum
Tidak ada deviasi
Tidak ada deviasi

RINOSKOPI POSTERIOR
Tidak dilakukan pemeriksaan

3.      TRANSILUMINASI
Tidak dilakukan pemeriksaan
4.      PEMERIKSAAN FARING
Arkus faring                : Simetris, tidak hiperemis
Pilar anterior                : Normal
Palatum molle             : Normal
Dinding faring             : Normal
Mukosa faring             : Tenang
Uvula                          : Letak di tengah
Tonsila Palatina
Besar               : T1 - T1
Warna              : Tidak hiperemis
Kripta              : (-)
Detritus           : (-)
Perlekatan       : (-)
            Pilar posterior              : Normal
5.      PEMERIKSAAN HIPOFARING
Tidak dilakukan pemeriksaan
6.      PEMERIKSAAN LARING
Tidak dilakukan pemeriksaan
7.      MAKSILOFASIAL  
Simetris, Paralisis N.VII (-)
Oedem periorbital (-)
Nyeri tekan maksila (-)
Nyeri tekan frontal (-)
8.      LEHER
Pemeriksaan KGB regional :
Retroauricula   : tak teraba membesar
Submandibula : tak teraba membesar
Submentalis     : tak teraba membesar
Supraclavicular: tak teraba membesar
Colli                : tak teraba membesar
IV.             RESUME
Pasien laki-laki 19 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 4 bulan yang lalu. Cairan yang keluar putih kental dan semakin lama semakin berbau. Telinga kanan terasa gatal. Pendengaran pasien pada telinga kanan menurun sejak beberapa hari yang lalu. Ada riwayat kemasukan air di telinga kanan dan diberi obat tetes telinga di puskesmas, lalu keluar darah dari telinga kanan dan cairan mulai keluar setelah itu sampai sekarang. Sudah berobat ke dokter, diberi obat minum seperti antibiotik amoksisilin dan obat-obat  yang lain. Keluhan tidak mereda. Pilek- pilek sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku sering pilek-pilek tetapi riwayat alergi debu atau makanan disangkal. Pasien alergi amoksisilin.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan sekret mukoid berwarna putih dan berbau pada liang telinga kanan. Terlihat perforasi sentral subtotal pada membran timpani telinga kanan. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran ditemukan tes Rinne positif pada telinga kanan, tes Weber dengan lateralisasi ke telinga kanan dan tes Schwabach memanjang di telinga kanan.
V.                DIAGNOSA KERJA
Otitis media suppuratif kronis A.D
Suspek Tuli Konduktif A.D
VI.             DIAGNOSA BANDING
(-)
      VII. RENCANA PENGOBATAN
  1. Medikamentosa
i.                    Antibiotik:
Siprofloksasin 500 mg, 1 tablet 2x sehari
ii.                  Obat tetes telinga:
Otopraf  4 tetes AD, 3x sehari
Kandungan Otopraf tiap ml:
-          Polymyxin B sulfate 10000 UI
-          Neomycin sulfate  5 mg
-          Fludrocortisone acetate  1 mg
-          Lidocaine HCL  40 mg
iii.                Kortikosteroid:
Metilprednisolon 1 tablet, 3x sehari
  1. Aural Toilet
  2. Pasien dianjurkan menghindari daripada kemasukan air pada telinga kanan.

VIII.RENCANA PEMERIKSAAN LANJUT
Audiometri
Foto Rontgen Mastoid (posisi Schüller)

      IX. PROGNOSIS
            Ad vitam                    : dubia ad bonam
            Ad fungsionam           : dubia ad bonam
            Ad Sanationam           : dubia ad bonam

ANALISA KASUS
A.    Diagnosa kerja Otitis media supuratif kronis AD ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis:
·         Telinga kanan keluar cairan yang berwarna putih kental dan berbau lebih dari 2 bulan, menunjukkan adanya proses kronis pada telinga kanan.
·         Sudah berobat ke dokter tetapi cairan tetap keluar dari telinga kanan yang menandakan tidak ada perbaikan dari proses akut yang terjadi sebelumnya.
·         Ada riwayat kemasukan air pada telinga kanan, kemungkinan sumber dari infeksi.
·         Sering pilek-pilek, juga terdapat kemungkinan sumber infeksi pada saluran nafas atas.
Dari pemeriksaan fisik telinga kanan didapatkan :
·         Liang telinga kanan yang sempit karena terdapat sekret putih, mukoid dan berbau.
·         Membran timpani telinga kanan perorasi sentral, refleks cahaya (-)
B.     Rencana Pengobatan
1.      Medikamentosa
i.                    Diberikan antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin) yaitu derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral.
ii.                  Diberikan obat tetes Otopraf yang mengandung Fludrokortison asetat 1 mg, Polimiksin B Sulfat 10000 iu, Neomisin Sulfat 5 mg, Lidokain HCl 40 mg. Polymyxin B sulfate dan Neomycin sulfate merupakan antibiotika dengan spektrum luas, aktif terhadap berbagai macam mikroorganisme contohnya Pseudomonasaeruginosa, Staphylococus aureus, Eschericia coli, Klebsiella, Enterobacter sp., Neisseria sp. Fludrocortisone acetate mempunyai khasiat antiradang, antialergi, dan antipruritis. Lidocaine hydrochloride merupakan anestesi lokal yang efektif untuk mengurangi rasa sakit pada infeksi telinga.
iii.                Diberikan Metilprednisolon yang merupakan golongan kortikosteroid yang bekerja sebagai antiinflamasi untuk mengurangi peradangan pada telinga.
2.      Aural Toilet dengan H2O2 3% untuk membersihkan liang telinga dan kavum timpani dari sekret dengan tujuan mengelakkan adanya infeksi sekunder.
3.      Pasien dianjurkan tidak mengorek telinga yang sakit dan dihindari daripada kemasukan air.

TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.

II. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah terdiri dari :1,2
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Tuba eustachius.
4. Prosesus mastoideus
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya .1
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :3
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum3.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.4
Atap kavum timpani.
Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama4.
Lantai kavum timpani
Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis4.
Dinding medial.
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam4.
Dinding posterior
Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid4.

Dinding anterior
Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior5. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius4.
Kavum timpani terdiri dari :6,7
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani.
4. Saraf pleksus timpanikus
Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :
1. Malleus ( hammer / martil).
2. Inkus ( anvil/landasan)
3. Stapes ( stirrup / pelana)
3. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm1.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu1 :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga
4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini10.
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :7
1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.
II. FISIOLOGI PENDENGARAN
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah, perilimf dala m skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum) terdorong ke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak ( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis1,4.

III. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel,2,4.

IV. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,11 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3
a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal. teori itu adalah2,5 :
1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas.
2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori menurut Wendt).
4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total 1,2,4.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma1,2,4.

V. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia7,9.

VI. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.

Penyebab OMSK antara lain 1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi15
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK1,2 :
· Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
· Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
· Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
· Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain 10 :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

VII. PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus 1,6. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis1. OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid7
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.

IX. GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberculosis 2.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat 8.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis1,2.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum4.

X. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna3 :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

XI. PEMERIKSAAN KLINIK
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas 3.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1.   Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
3. Proyeksi Stenver
4. Proyeksi Chause III
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan

XII. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi 2,3

OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)
2.Pemberian antibiotika :        - topikal antibiotik ( antimikroba)
- sistemik.
Pemberian antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.4 Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi3.
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah3 :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah2,3 :
Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosporin
P. morganii, P. vulgaris :  Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella :  Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus : Anti-stafilikokus penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis :  Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1,2,6.

OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut2,7.

KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan1,2 :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.



DAFTAR PUSTAKA

1.   Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
3.   Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
4.   Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Diunduh dari: http://www.pediatrics.org
5.   Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39. Diunduh dari: http://www.jneuro.org
6.   Yeds PD, Flood LM, Banerjee A, Cliford K. CT-scanning of middle ear cholesteatome: what does the surgeon want to know? The British Journal of Radiology. 2002; 75: 847-852. Diunduh dari: http://www.bjradio.org
7.   Loy AHC, Tan AL, Lu PKS. Microbiology of chronis suppurative otitis media in Singapore. Singapore Med J. 2002; 43: 296-9. Diunduh dari: http://www.singaporejournalmed.org
8.   Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Diunduh dari: http://www.mja.com.au
9.   Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004. Diunduh dari: http://www.mja.com.au
10. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005. Diunduh dari: http://www.rborl.org.br

No comments:

Post a Comment