Friday 8 July 2011

Ilmu Penyakit Dalam (IPD) - Ketoasidosis Diabetikum

REFERAT
Ketoasidosis diabetikum


Pembimbing:
Dr. Lies Luthariana Sp.PD
  
Penulis :
Nur Rashidah Bt Mohd Rashid
030.04.269


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Koja
Periode 11 Januari – 19 Maret 2010
Universitas Trisakti
Jakarta 2010



PENDAHULUAN


Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat.
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD. 1


PEMBAHASAN


PATOFISIOLOGI
Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. 2
Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan mengoksidasinya menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis. 2,3
Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi relatif, karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%. 2

FAKTOR PENCETUS
KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting :
  1. Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal). 1
  1. Infark Miokard Akut (IMA)
Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 1
  1. Pengobatan insulin dihentikan
Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 1
  1. Stres
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
  1. Hipokalemia. 1
Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
  
  1. Obat
Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, β-blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel . 1

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium. 1
A. Gejala Klinis :
  1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
  2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
  3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
  4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
  5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.

B. Pemeriksaan Laboratorium : 2,5
  1. Glukosa
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg).
  1. Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
  1. Asidosis.
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.
  1. Elektrolit.
Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik.
  1. Lain-lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.


KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini : 1,4
  1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
  2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya.
  3. Laboratorium :
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).
- asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).


DIAGNOSIS BANDING
            Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4

Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik 3

Ketoasidosis Diabetikum
(KAD)
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik (KHNK)
Umur
Gula darah
Na serum
K serum
Bikarbonat
Ureum
Osmolaritas
Sensitivitas Insulin
Prognosis
Gejala Klinis :
-    Pernafasan Kussmaul
-    Bau aseton
< 40 th
< 1000 mg/dl
< 140 mEq
↑ / N
sangat ↓
↑ tapi < 60 mg/dl
↑ tapi < 360 mOsm/kg
bisa resisten (jarang)
mortalitas 10%

ada
ada
> 40 th
> 1000 mg/dl
> 140 mEq
sering ↑
N / sedikit ↑
> 60 mg/dl
> 360 mOsm/kg
sangat sensitif
mortalitas 50%

tidak ada
tidak ada



PENATALAKSANAAN

Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.
Sasaran pengobatan KAD adalah :
  1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
  2. Menurunkan kadar glukosa darah.
  3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal.
  4. Mengoreksi gangguan elektrolit.
Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. 2,3

A. TINDAKAN UMUM 5
*      Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan.
*      Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg).
*      Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.
*      Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi.
*      Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur.
*      Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut.
*      EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma.
*      Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
*      Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain.
*       
B. REHIDRASI CAIRAN
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. 5

C. PEMBERIAN INSULIN
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan. 1,2


JENIS
PREPARAT
AWITAN KERJA (JAM)
PUNCAK KERJA
(JAM)
LAMA KERJA
(JAM)
Insulin kerja pendek


Insulin kerja menengah



Insulin kerja panjang

Insulin campuran
Actrapid Human 40/Humulin
Actrapid Human 100

Monotard Human 100
Insulatard
NPH

PZI

Mixtard
0,5 – 1


1 – 2



2

0,5 - 1
2 – 4


4 – 12



6 – 20

2 – 4 dan 6 - 12
5 – 8


8 – 24



18 – 36

8 - 24

 Cara pemakaian insulin :
            Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan
            Insulin analog                                  : diberikan sesaat sebelum makan
            Insulin kerja menengah     : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 1

D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4
Kalium
Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :
- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam
- kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam
- kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam
- kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.

Bikarbonat 1
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb:
pH
Bikarbonat
Kalium
< 7
7-7,1
>7,1
100 mEq
50 mEq
0
26 mEq
13 mEq
0

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :
  1. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.
  2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.
  3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil.
  4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam.
  5. Keadaan hidrasi, balans cairan.
  6. Waspada terhadap kemungkinan DIC


Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2

Jam ke- :
Infus I
(NaCl 0,9%)
Infus II
(Insulin)
Koreksi K+
Koreksi HCO3-
0


1

2

3

4

5

6

2 kolf, ½ jam
1 kolf, ½ jam


2 kolf

1 kolf

2 kolf


½ kolf

½ kolf






Pada jam ke-2 :
Bolus 180 mU/kgBB,
dilanjutkan dengan
drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam
NaCl 0,9%

Bila gula darah < 200
mg% kecepatan
dikurangi 45
mU/jam/kgBB

Bila gula darah stabil
sekitar 200-300 mg%
selama 12 jam
dilakukan drip insulin
1-2 unit/jam disamping
dilakukan sliding scale
setiap 6 jam.
Insulin diberikan
sesuai dengan kadar
glukosa sebagai
berikut :
   GD              Insulin sc
<200mg/dl             -
200-250               5 U
250-300              10 U
300-350              15 U
>300                  20 U

Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam







50 mEq / 6 jam (dalam
infus)
 











Bila kadar K+ :
 <3    3-4,5    4,5-6    >6
 ↓   ↓   ↓

 75      50        25        0
mEq/ mEq/ mEq/
6 jam 6jam 6 jam
Bila pH

<7          7-7,1     7,1

100          50          0
mEq        mEq
HCO3-      HCO3-

  +             +

  26          13
mEq K+   mEq K+
(*)


dan seterusnya
bergantung pada
kebutuhan


Jumlah cairan yg
diberikan dlm 15 jam
sekitar 5 liter.
Bila Na+ > 155 mEq/l
ganti NaCl ½ n
Bila gula darah < 200
mg% ganti dextrose 5%



Kontrol CVP
Setelah sliding scale
tiap 6 jam dapat
diperhitungkan
kebutuhan insulin sehari

→ 3x sehari
sebelum makan (bila
os sudah makan
Bila sudah sadar beri K+  oral selama
seminggu

*Bila pH↑ →K+ akan ↓
oleh karena itu
pemberian HCO3-
disertai dengan
pemberian K+



KOMPLIKASI
Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. 3
Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia,  hiperkloremia, edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. 3



DAFTAR PUSTAKA

1.         Bakta IM, Suastika IK. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1999.
                                    
2.         Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2000.

3.         PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002

4.         Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,  Jakarta. 2004

5.         Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2006






1 comment:

  1. Lagi banyak ni skrg kasusnya.
    Dan rata2 gak terdeteksi karena kurang fasilitias sperti blood gas analisis.
    Sering banyak yg mati karena asidosis.

    ReplyDelete